Jumat, 30 April 2010
Definisi Komputer dari Google
Menurut Hamacher [1], komputer adalah mesin penghitung elektronik yang cepat dan dapat menerima informasi input digital, kemudian memprosesnya sesuai dengan program yang tersimpan di memorinya, dan menghasilkan output berupa informasi.
Menurut Blissmer [2], komputer adalah suatu alat elektonik yang mampu melakukan beberapa tugas sebagai berikut:
menerima input
memproses input tadi sesuai dengan programnya
menyimpan perintah-perintah dan hasil dari pengolahan
menyediakan output dalam bentuk informasi
Sedangan Fuori [3] berpendapat bahwa komputer adalah suatu pemroses data yang dapat melakukan perhitungan besar secara cepat, termasuk perhitungan aritmetika dan operasi logika, tanpa campur tangan dari manusia.
Untuk mewujudkan konsepsi komputer sebagai pengolah data untuk menghasilkan suatu informasi, maka diperlukan sistem komputer (computer system) yang elemennya terdiri dari hardware, software dan brainware. Ketiga elemen sistem komputer tersebut harus saling berhubungan dan membentuk kesatuan. Hardware tidak akan berfungsi apabila tanpa software, demikian juga sebaliknya. Dan keduanya tiada bermanfaat apabila tidak ada manusia (brainware) yang mengoperasikan dan mengendalikannya.
Hardware atau Perangkat Keras: peralatan yang secara fisik terlihat dan bisa di jamah.
Software atau Perangkat Lunak: program yang berisi instruksi/perintah untuk melakukan pengolahan data.
Brainware: manusia yang mengoperasikan dan mengendalikan sistem komputer. Penggolongan Komputer Literatur terbaru tentang komputer melakukan penggolongan komputer berdasarkan tigal hal: data yang diolah, penggunaan, kapasitas/ukurannya, dan generasinya. Berdasarkan Data Yang Diolah
Komputer Analog
Komputer Digital
Komputer Hybrid Berdasarkan Penggunannya
Komputer Untuk Tujuan Khusus (Special Purpose Computer)
Komputer Untuk Tujuan Umum (General Purpose Computer) Berdasarkan Kapasitas dan Ukurannya
Komputer Mikro (Micro Computer)
Komputer Mini (Mini Computer)
Komputer Kecil (Small Computer)
Komputer Menengah (Medium Computer)
Komputer Besar (Large Computer)
Komputer Super (Super Computer) Berdasarkan Generasinya
Komputer Generasi Pertama (1946-1959)
Komputer Generasi Kedua (1959-1964)
Komputer Generasi Ketiga (1964-1970)
Komputer Generasi Keempat (1979-sekarang)
Komputer Generasi Kelima Referensi
V. Carl Hamacher, Zvonko G. Vranesic, Safwat G. Zaky, Computer Organization (5th Edition), McGraw-Hill, 2001.
Robert H. Blissmer, Computer Annual, An Introduction to Information Systems 1985-1986 (2nd Edition), John Wiley & Sons, 1985.
William M. Fuori, Introduction to the Computer: The Tool of Business (3rd Edition), Prentice Hall, 1981.
Sumber : www.ilmukomputer.com
Rabu, 07 April 2010
Terbuka untuk Calon Ahli surga Yang Akhlaq Mereka
Yang Akhlaq
Mereka Dicemburui Bidadari
Buat Saudariku
yang dirahmati oleh Allah
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Ukhti yang baik,
Kecantikan adalah anugerah. Senyum manis adalah berkah. Sungguh karunia dari Allah bahwa wanita diciptakan memiliki kecantikan yang sangat mempesona. Dan kecantikan itulah yang akan menjadi jalannya menuju surga, jika ia mampu membarenginya dengan akhlaq yang mulia.
Rasulullah menjelaskan bahwa di antara fitrah lelaki adalah menyukai kecantikan wanita. Bahkan ‘Aisyah yang merupakan salah seorang shahabiyah paling pandai di masa itu, terkenal pula karena kecantikannya. Rasulullah menjulukinya Humaira`: Gadis yang pipinya merona merah.
Dan karena kecantikannya itu, wanita dapat mengumpulkan pahala yang sebesar-besarnya dari Allah. Caranya? Bersyukurlah atas nikmat yang Allah berikan itu dan pandailah menjaga diri. Rasulullah mengajarkan cara bersyukur itu dengan membiasakan diri membaca do’a tatkala bercermin:
اللَّهُمَّ كّمَا حَسَّنْتَ خَلْقِيْ فَحَسِّنْ خُلُقِيْ
Yang maknanya, “Ya Allah… Sebagaimana Engkau telah mengelokkan parasku, elokkan pulalah akhlaqku…”
Ukhti yang dijaga oleh Allah…
Tak ada yang salah dengan kecantikan, karena, seperti kata pepatah, kecantikan bukanlah suatu dosa. Tapi sungguh itu tak berarti bahwa setiap wajah yang cantik berhak dijadikan barang tontonan. Kami kaum pria sangat bersedih karena sekarang ini banyak di antara kawan-kawan Ukhti yang gemar memajang wajah cantik mereka di profil Facebook. Juga di blog-blog yang katanya pribadi, tapi nyatanya dapat diakses oleh siapapun.
Ini adalah satu hal yang sangat marak belakangan ini. Satu hal yang dianggap lumrah, sehingga para gadis berjilbab itu memasang pose-pose mereka di foto-foto yang kian hari kian bertambah jumlahnya. Seakan nama saja sudah tidak cukup.
Mohon Ukhti tanyakan pada mereka, apa sesungguhnya tujuan mereka memajang foto tersebut di tempat-tempat publik? Yakni foto dengan
Jika tujuan berjilbab itu adalah agar menutupi aurat dan terhindar dari pandangan-pandangan jahat, apakah itu pula yang menjadi tujuan mereka saat bergaya di depan kamera dan memamerkannya pada setiap orang?
Jika berjilbab itu tujuannya adalah mencari ridho Allah, apakah tujuan memperlihatkan foto-foto itupun adalah ridho Allah? Apakah betul Allah akan ridho pada wanita yang melakukan hal itu?
Ukhti yang baik,
Kami kaum pria sangat bersedih menghadapi fenomena ini. Mengapa? Karena mungkin saja di antara gadis-gadis yang fotonya tersebar di seantero jagad ini adalah istri atau calon istri kami. Apakah mereka tidak tahu bahwa foto mereka tersimpan dalam komputer puluhan, ratusan atau bahkan mungkin jutaan pria lain yang tidak berhak? Yang mungkin saja dijadikan sarana oleh para pendosa sebagai ajang bermaksiat? Apakah mereka mengijinkan pria-pria selain suami mereka itu menyimpan foto-foto tersebut?
Ukhti,
Kami kaum pria sangat bersedih mendapati semua ini. Mengapa? Karena mungkin saja di antara foto yang tersebar luas itu adalah ibu atau calon ibu kami, yang seharusnya menunjukkan caranya menjaga diri, bukan dengan menunjukkan hal-hal yang seharusnya disembunyikan…
Kami kaum pria sangat bersedih menyaksikan semua ini. Mengapa? Karena mungkin saja di antara foto yang tersebar luas itu adalah guru atau calon guru kami, yang seharusnya mendidik dan mengajarkan Al Qur’an serta akhlaqul karimah kepada kami.
Apakah semua ini akan dibiarkan begitu saja tanpa ada penyelesaian? Tanpa ada seorangpun yang berani menegur serta mengingatkannya, memberitahukan bahwa itu adalah sebuah kesalahan? Atau harus menunggu tangan-tangan jahat memanfaatkannya untuk merusak harga diri dan menyebarkan aib yang seharusnya ditutup rapat-rapat?
Ukhti yang baik…
Jazakillah khairan… Terima kasih banyak karena Ukhti tetap pandai menjaga diri dari sekecil apapun celah-celah kealpaan. Tapi tolong sampaikan pula pada kawan-kawan Ukhti, agar merekapun mengikuti jejak ukhti dengan menghapus foto-foto mereka dari Facebook dan blog-blog mereka. Sampaikanlah pada mereka agar menahan diri dari keinginan menunjukkan eksistensi diri di hadapan pria yang tidak berhak.
Atas perhatian dari Ukhti, saya ucapkan jazakillah khairal jaza…
Jika mereka ingin menunjukkan kepada orang-orang bahwa mereka cantik, cukuplah tunjukkan pada suami mereka saja. Atau orang tua dan anak-anak mereka saja. Karena Allah Maha Tahu segala sesuatu. Jika mereka membutuhkan sanjungan atas kecantikan yang telah dianugerahkan Allah pada mereka, biarlah Allah saja yang menyanjungnya, dengan balasan berlipat-lipat ganda di hari akhirat kelak.
Dan jika mereka ingin kecantikan mereka dikagumi, biarkanlah suami mereka saja yang mengagumi, lalu memberikannya sejuta hadiah cinta yang tidak akan pernah ada bandingnya…
Sementara kami, kaum pria yang tidak atau belum berhak atas itu semua, biarlah asyik masyuk tenggelam dalam do’a, agar dianugerahi istri yang cantik dan shalehah, ibu yang baik dan bersahaja, guru yang taat dan menjaga martabatnya…
Agar Allah mengumpulkan kita kelak di surgaNya. Meraih ridho dan ampunanNya serta dihindarkan dari adzab neraka…
Nasihat Salafus Shalih akan Pentingnya Ilmu
iPenulis: Kitab Aadaabu Thaalibil 'Ilmi
.: :.
Nasehat Salafush Shalih untuk Kaum Muslimin
Setelah dipaparkan ayat-ayat dan hadits-hadits yang berkaitan dengan ilmu dan keutamaannya pada edisi yang lalu, sekarang akan dibawakan beberapa atsar yang berisi nasehat dan keterangan akan pentingnya ilmu dan mempelajarinya.
Pertama: Dari 'Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: "Ilmu itu lebih baik daripada harta, ilmu akan menjagamu sedangkan kamulah yang akan menjaga harta. Ilmu itu hakim (yang memutuskan berbagai perkara) sedangkan harta adalah yang dihakimi. Telah mati para penyimpan harta dan tersisalah para pemilik ilmu, walaupun diri-diri mereka telah tiada akan tetapi pribadi-pribadi mereka tetap ada pada hati-hati manusia." (Adabud Dunyaa wad Diin, karya Al-Imam Abul Hasan Al-Mawardiy, hal.48)
Kedua: Dari 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu bahwasanya beliau apabila melihat para pemuda giat mencari ilmu, beliau berkata: "Selamat datang wahai sumber-sumber hikmah dan para penerang kegelapan. Walaupun kalian telah usang pakaiannya akan tetapi hati-hati kalian tetap baru. Kalian tinggal di rumah-rumah (untuk mempelajari ilmu), kalian adalah kebanggaan setiap kabilah." (Jaami' Bayaanil 'Ilmi wa Fadhlih, karya Al-Imam Ibnu 'Abdil Barr, 1/52)
Yakni bahwasanya sifat mereka secara umum adalah sibuk dengan mencari ilmu dan tinggal di rumah dalam rangka untuk mudzaakarah (mengulang pelajaran yang telah didapatkan) dan mempelajarinya. Semuanya ini menyibukkan mereka dari memperhatikan berbagai macam pakaian dan kemewahan dunia secara umum demikian juga hal-hal yang tidak bermanfaat atau yang kurang manfaatnya dan hanya membuang waktu belaka seperti berputar-putar di jalan-jalan (mengadakan perjalanan yang kurang bermanfaat atau sekedar jalan-jalan tanpa tujuan yang jelas) sebagaimana yang biasa dilakukan oleh selain mereka dari kalangan para pemuda.
Ketiga: Dari Mu'adz bin Jabal radhiyallahu 'anhu, dia berkata: "Pelajarilah oleh kalian ilmu, karena sesungguhnya mempelajarinya karena Allah adalah khasy-yah; mencarinya adalah ibadah; mempelajarinya dan mengulangnya adalah tasbiih; membahasnya adalah jihad; mengajarkannya kepada yang tidak mengetahuinya adalah shadaqah; memberikannya kepada keluarganya adalah pendekatan diri kepada Allah; karena ilmu itu menjelaskan perkara yang halal dan yang haram; menara jalan-jalannya ahlul jannah, dan ilmu itu sebagai penenang di saat was-was dan bimbang; yang menemani di saat berada di tempat yang asing; dan yang akan mengajak bicara di saat sendirian; sebagai dalil yang akan menunjuki kita di saat senang dengan bersyukur dan di saat tertimpa musibah dengan sabar; senjata untuk melawan musuh; dan yang akan menghiasainya di tengah-tengah sahabat-sahabatnya.
Dengan ilmu tersebut Allah akan mengangkat kaum-kaum lalu menjadikan mereka berada dalam kebaikan, sehingga mereka menjadi panutan dan para imam; jejak-jejak mereka akan diikuti; perbuatan-perbuatan mereka akan dicontoh serta semua pendapat akan kembali kepada pendapat mereka.
Memikirkan ilmu menyamai puasa; mempelajarinya menyamai shalat malam; dengan ilmu akan tersambunglah tali shilaturrahmi, dan akan diketahui perkara yang halal sehingga terhindar dari perkara yang haram. Ilmu adalah pemimpinnya amal sedangkan amal itu adalah pengikutnya, ilmu itu hanya akan diberikan kepada orang-orang yang berbahagia; sedangkan orang-orang yang celaka akan terhalang darinya." (Ibid. 1/55)
Keempat: Dari 'Umar Ibnul Khaththab radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: "Sesungguhnya seseorang keluar dari rumahnya dalam keadaan dia mempunyai dosa-dosa seperti gunung Tihamah, akan tetapi apabila dia mendengar ilmu (yaitu mempelajari ilmu dengan menghadiri majelis ilmu), kemudian dia menjadi takut, kembali kepada Rabbnya dan bertaubat, maka dia pulang ke rumahnya dalam keadaan tidak mempunyai dosa. Oleh karena itu, janganlah kalian meninggalkan majelisnya para ulama." (Miftaah Daaris Sa'aadah, karya Al-Imam Ibnul Qayyim, 1/77)
Dan beliau juga berkata: "Wahai manusia, wajib atas kalian untuk berilmu (mempelajari dan mengamalkannya), karena sesungguhnya Allah Ta'ala mempunyai selendang yang Dia cintai. Maka barangsiapa yang mempelajari satu bab dari ilmu, Allah akan selendangkan dia dengan selendang-Nya. Apabila dia terjatuh pada suatu dosa hendaklah meminta ampun kepada-Nya, supaya Dia tidak melepaskan selendang-Nya tersebut sampai dia meninggal." (Ibid. 1/121)
Kelima: Berkata Abud Darda` radhiyallahu 'anhu: "Sungguh aku mempelajari satu masalah dari ilmu lebih aku cintai daripada shalat malam." (Ibid. 1/122)
Bukan berarti kita meninggalkan shalat malam, akan tetapi ini menunjukkan bahwa mempelajari ilmu itu sangat besar keutamaannya dan manfaatnya bagi ummat.
Keenam: Dari Al-Hasan Al-Bashriy rahimahullaah, beliau berkata: "Sungguh aku mempelajari satu bab dari ilmu lalu aku mengajarkannya kepada seorang muslim di jalan Allah (yaitu mempelajari dan mengajarkannya karena Allah semata) lebih aku cintai daripada aku mempunyai dunia seluruhnya." (Al-Majmuu' Syarh Al-Muhadzdzab, karya Al-Imam An-Nawawiy, 1/21)
Ketujuh: Dari Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullaah, beliau berkata: "Tidak ada sesuatupun yang lebih utama setelah kewajiban-kewajiban daripada menuntut ilmu." (Ibid. 1/21)
Adapun bait-bait sya'ir yang menjelaskan tentang permasalahan ilmu dan kedudukannya itu sangat banyak dan tidak bisa dihitung, dan di sini hanya akan disebutkan dua di antaranya:
"Tidak ada kebanggaan kecuali bagi ahlul ilmi (orang-orang yang berilmu) karena sesungguhnya mereka berada di atas petunjuk bagi orang yang meminta dalil-dalilnya dan derajat setiap orang itu sesuai dengan kebaikannya (dalam masalah ilmu) sedangkan orang-orang yang bodoh adalah musuh bagi ahlul ilmi."
Dan sya'irnya Al-Imam Asy-Syafi'i:
تَعَلَّمْ فَلَيْسَ الْمَرْءُ يُوْلَدُ عَالِمًا وَلَيْسَ أَخُوْ عِلْمٍ كَمَنْ هُوَ جَاهِلُ
وَإِنَّ كَبِيْرَ الْقَوْمِ لاَ عِلْمَ عِنْدَهُ صَغِيْرٌ إِذَا الْتَفَّتْ عَلَيْهِ الْجَحَافِلُ
وَإِنَّ صَغِيْرَ الْقَوْمِ إِنْ كَانَ عَالِمًا كَبِيْرٌ إِذَا رُدَّتْ إِلَيْهِ الْمَحَافِلُ
"Belajarlah karena tidak ada seorangpun yang dilahirkan dalam keadaan berilmu, dan tidaklah orang yang berilmu seperti orang yang bodoh. Sesungguhnya suatu kaum yang besar tetapi tidak memiliki ilmu maka sebenarnya kaum itu adalah kecil apabila terluput darinya keagungan (ilmu). Dan sesungguhnya kaum yang kecil jika memiliki ilmu maka pada hakikatnya mereka adalah kaum yang besar apabila perkumpulan mereka selalu dengan ilmu."
Disadur dari kitab Aadaabu Thaalibil 'Ilmi hal.18-22, Wallaahul Muwaffiq, Wallaahu A'lam.
Kepada Siapa Hati Kita Bergantung???
Oleh Ayub Abu Ayub Jum'at, 20 Juni 2008 - 13:35:11 Hit: 702
"Mbah, permisi ya!" Kata-kata ini atau yang semakna ini acap kali terdengar ketika seseorang menginjakkan kakinya di wilayah yang kelihatannya jarang dikunjungi oleh makhluk yang bernama manusia. Atau sebagai kata-kata yang sering dilontarkan ketika melewati sebuah jalan tertentu yang diyakini seandainya mereka yang lewat tidak mengucapkannya maka sangat dikhawatirkan malapetaka akan menimpanya. Ritual penyembelihan ayam hitam juga kerap dilakukan dalam rangka menolak bala. Tempat yang sering terjadi musibah di situ mesti dicucuri darah ayam hitam ini. Tentu saja dengan keyakinan dan harapan angka kecelakaan bisa hilang atau diminimalisir. Begitu juga upacara-upacara yang mempersembahkan sesajen-sesajen lengkap dengan kepala kerbaunya kepada para "penguasa" alam ini. Mulai dari "penguasa" hutan, gunung, laut, kampung, dusun,
Tak bisa diingkari lagi bahwa fenomena ini memang terjadi di tengah-tengah kita. Bahkan dengan jumlah yang tidak sedikit. Seseorang yang paling berpendidikan sekalipun kadang tak luput dari hal-hal yang demikian. Mereka yang terdidik untuk berpikir secara rasional ternyata kerasionalan itu hilang begitu saja ketika berhadapan dengan hal yang demikian. Kenapa ini bisa terjadi?
Ini terjadi karena adanya ketergantungan dan keterkaitan hati terhadap hal-hal yang diyakini tersebut. Ketika seseorang permisi -untuk melalui suatu jalan atau mendatangi suatu tempat asing- kepada yang dianggap berkuasa di tempat itu maka sesungguhnya itu terjadi karena adanya ketergantungan dan keterkaitan hati orang tersebut dengan sesuatu tadi. Dengan adanya ketergantungan dan keterkaitan hati ini dia berkeyakinan bahwa sesuatu itu akan melindungi dia. Dia sandarkan nasibnya kepada sesuatu tersebut. Inilah yang terjadi. Lalu bagaimana Islam menghukumi terhadap hal-hal yang demikian?
Islam mengajarkan agar seseorang hanya menggantungkan dan mengaitkan hatinya kepada ALLAH semata. ALLAH-lah yang telah menciptakannya. ALLAH jua yang mengarunainya rezeki. ALLAH yang mengatur alam ini. ALLAH yang menguasai jagat raya ini. ALLAH yang berkuasa atas segala sesuatu. ALLAH yang melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya. ALLAH Dzat yang Maha Mendengar. ALLAH Dzat yang Maha Melihat. ALLAH Dzat yang Maha Mengetahui. ALLAH yang mengabulkan permintaan dan permohonan hamba-Nya. ALLAH yang memberi manfa'at dan madhorot. ALLAH dengan segala kesempurnaan dzat dan sifat-sifat-Nya. Sungguh amat pantas dan memang sudah semestinyalah bagi seseorang untuk menggantungkan dan mengaitkan hatinya hanya kepada ALLAH semata, Dzat yang Maha Sempurna.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
"Barang siapa yang bergantung kepada sesuatu maka dia serahkan kepadanya" (HR. Tirmidzi dihasankan oleh Asy Syaikh Al Albany rahimahullah)
Yaitu barang siapa yang bergantung kepada sesuatu dan menjadikannya sebagai tujuan, sehingga dia menggantungkan harapan kepadanya dan menjadikannya sebagai penghilang rasa takutnya, maka dia akan menyerahkan dirinya kepada sesuatu tersebut dan akan bersandar kepadanya. Begitu pula, apabila seseorang hanya bergantung kepada ALLAH, maka dia akan menjadikan ALLAH sebagai tujuannya, dia gantungkan harapannya kepada-Nya, dan ALLAH-lah yang menghilangkan rasa takut yang ada pada dirinya. Dia serahkan dan sandarkan dirinya, hanya kepada ALLAH Ta'ala.
Sebaliknya, apabila dia bergantung kepada sesuatu selain ALLAH, maka dia akan berserah diri dan menyandarkan dirinya kepada sesuatu tersebut. Dan ini adalah salah satu bentuk kesyirikan. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
"Barang siapa yang menggantungkan jimat maka dia telah berbuat syirik" (HR. Imam Ahmad)
Seseorang yang menggantungkan jimat dalam rangka mengangkat malapetaka atau melindungi diri dari musibah berarti dia telah menggantungkan hatinya kepada jimat tersebut. Berarti pula dia telah menyandarkan dirinya dan hatinya kepada jimat tersebut. Dia berkeyakinan bahwa jimat itu bisa melindungi dia dari mara bahaya. Padahal tidak ada yang bisa melindungi dia dari mara bahaya kecuali ALLAH Ta'ala. Karena itu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menghukumi bahwa orang yang demikian telah berbuat syirik. Kenapa? Karena hatinya sudah bergantung dan bersandar kepada selain ALLAH, dan ini sangat bahaya.
Bahaya? Ya, karena syirik adalah dosa besar yang tidak terampuni. Selain itu, orang yang menyandarkan hatinya tidak kepada ALLAH, maka hatinya akan menjadi lemah. Coba orang yang seperti ini dijauhkan dari jimatnya. Atau larang dia untuk mengucapkan kata "permisi" kepada "penunggu" kawasan. Atau cegah dia dari penyembelihan ayam hitam. Atau larang dia untuk mempersembahkan sesajen. Apa yang akan terjadi? Hatinya akan gelisah, resah, takut bahwa mara bahaya akan menimpanya. Khawatir keberuntungan tidak akan menyapanya. Cemas, harapannya tidak bisa terwujud. Apakah hati yang seperti ini bisa dikatakan sebagai hati yang kuat? Atau sebagai hati yang sehat? Bahkan sebaliknya, yang seperti ini adalah hati yang lemah dan sakit.
Hati yang sehat dan kuat adalah hati yang bertawakal hanya kepada ALLAH.
(Artinya: "Barang siapa yang bertawakkal hanya kepada ALLAH, maka ALLAH cukup baginya" )(Ath Tholaq: 3)
Hati yang sehat dan kuat adalah hati yang bersandar hanya kepada ALLAH.
(Artinya:"Cukup bagi kami Allah dan sebaik-baik tempat penyerahan diri" )(Ali Imran:173)
Hati yang sehat dan kuat adalah hati yang meminta pertolongan hanya kepada ALLAH.
(Artinya:"Hanya kepada Engkaulah kami beribadah dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan" ) (Al Fatihah: 5)
Hati yang sehat dan kuat adalah hati yang berlindung hanya kepada ALLAH.
(Artinya:"Katakanlah (-wahai Muhammad-): "Aku berlindung kepada Rabbnya Manusia") (An-Naas: 1)
Hati yang sehat dan kuat adalah hati yang takut hanya kepada ALLAH.
(Artinya: "Maka janganlah kalian takut kepada mereka dan takutlah hanya kepada-Ku, jika kalian orang-orang yang beriman."(Ali Imran:175)
Hati yang sehat dan kuat adalah hati yang bergantung hanya kepada ALLAH saja.
Ketahuilah, ketergantungan hati kepada selain Allah Ta'ala ada beberapa macam:
1. Ketergantungan hati yang menyebabkan sirnanya nilai tauhid secara keseluruhan, yaitu dia bergantung kepada sesuatu yang sebenarnya tidak mempunyai pengaruh sama sekali, dan bersandar kepadanya, yang menyebabkan dia berpaling dari ALLAH Ta'ala. Seperti; ketergantungan para penyembah kuburan terhadap para penghuninya -untuk melepaskannya dari musibah-musibah yang menimpanya-. Oleh karena itu, jika mereka menemui mara bahaya yang dahsyat, mereka akan mengatakan, "Wahai fulan, selamatkanlah kami!" Yang demikian ini -tidak diragukan lag-i adalah kesyirikan yang besar, yang mengeluarkan seseorang dari Islam.
2. Ketergantungan hati yang melenyapkan kesempurnaan tauhid. Yaitu, ketika seseorang bersandar kepada sebab-sebab yang dibolehkan oleh syari'at ini, akan tetapi dia lalai terhadap yang menciptakan sebab-sebab tersebut, yaitu ALLAH 'Azza wa Jalla, dan dia tidak memalingkan hatinya kepada-Nya. Dan ini adalah salah satu bentuk kesyirikan. Tetapi tidak dikatakan syirik besar, karena sebab-sebab ini memang telah ALLAH jadikan sebagai sebab.
3. Dia bergantung dengan sebab semata-semata hanya karena itu sebagai sebab saja. Sementara penyandaran asalnya masih hanya kepada ALLAH Ta'ala. Maka dia berkeyakinan bahwa sebab ini adalah dari ALLAH Ta'ala, dan bahwasanya ALLAH -kalau Dia menghendaki akan menghilangkan pengaruhnya atau membiarkannya-. Dan dia berkeyakinan, bahwasanya sebab tersebut tidak akan memiliki pengaruh kecuali dengan kehendak ALLAH Ta'ala. Yang demikian itu tidaklah mengurangi sama sekali kesempurnaan tauhidnya.
Lihatlah akhir dari keadaan seseorang yang menggantungkan hatinya kepada selain ALLAH. Akhir yang menakutkan dan mengerikan. Akhir yang penuh dengan risiko dan mara bahaya. Siapakah kiranya -orang berakal- yang menginginkan hatinya menjadi lemah. Siapa juga yang sudi hatinya menjadi sakit. Bahkan akhirnya terjatuh ke dalam jurang kesyirikan yang sangat berbahaya.
Jika seseorang terjatuh ke dalamnya,k hanya dengan rahmat ALLAH serta taufiq-Nya sajalah dia biasa bangkit dan selamat dari jurang tersebut. Tanpa itu, mustahil seseorang akan selamat.
Sudah saatnya bagi kita untuk bercermin, kemudian berkata;
Kepada siapa selama ini hati ini aku gantungkan? Kepada siapa selama ini hati ini aku sandarkan? Kepada siapa selama ini jiwa ini aku serahkan? Kepada-Mu kah ya ALLAH, atau kepada jimat-jimat yang tergantung indah? Atau kepada para "penguasa" alam tersebut yang katanya bisa melindungi? Atau kepada secuil pekerjaan yang menjanjikan? Atau kepada mereka yang katanya akan menjamin kebahagiaan hidupku? Atau, kepada siapakah?
Ya ALLAH, jadikanlah kami orang-orang yang hanya bertawakal kepada-Mu.
Ya ALLAH, jadikanlah kami orang-orang yang selalu bersandar kepada-Mu.
Ya ALLAH, jadikanlah kami orang-orang yang berserah diri kepada-Mu.
Ya ALLAH, jadikanlah kami orang-orang yang menggantungkan hatinya hanya kepada-Mu.
Selasa, 30 Maret 2010
1. Pengertian akuntansi
Dalam pengertian yang lebih lengkap Kata akuntansi berasal dari bahasa Inggris to account yang berarti memperhitungkan atau mempertangung jawabkan dan kata accountancy yang berarti hal-hal yang bersangkutan dengan sesuatu yang dikerjakan oleh akuntan ( accountant ).
Definisi akuntansi ini dimuat dalam accounting terminilogiy bulletin sebagai berikut :
Akuntansi adalah seperangkat pengetahuan dan fungsi yang berkepentingan dengan masalah pengadaan, pengabsahan, pencatatan, penggolongan dan penyajian secara sistematik informasi yang dapt dipercaya dan berdaya guna tentang transaksi dan peristiwa yang bersifat keuangan yang diperlukan dalam pengelolaan dan pengoperasian suatu unit usaha dan yang diperlukan sebagai dasar penyusunan laporan yang harus disampaikan untuk memenuhi pertanggung jawaban keuangan dan lainya.
Definisi akuntansi berikut ini sebagaimana dimuat di dalam statements of accounting principles board no 4 thn (1970) sebagai berikut :
Akuntansi adalah merupakan kegiatan penyediaan jasa, fungsinya adalah memyediakan informasi kuntitafif tentang unit-unit usaha ekonomik, terutama yang bersifat keuangan, yang diperkirakan bermanfaat dalam pengambilan keputusan ekonomik.
Jadi dari pengertian akuntasi tersebut sebagai untuk mencapai tujuan yaitu memyediakan informasi keuangan badan usaha yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan.
_by: Sri Haryati_
2. MANFAAT AKUNTANSI BAGI PERUSAHAAN
Manfaat Akuntansi bagi Perusahan adalah :
a. Sebagai perencanaan
b. Sebagai pengendalian
c. Sebagai pertanggung jawaban
_by: Sri Haryati_
3. RUMUS PERSAMAAN DASAR AKUNTANSI
AKUNTANSI
_by: Sri Haryati_
4. Rumus Akun Debit dan Akun Kredit untuk Masing-masing Kelompok Akun Besar.
Nama akun | | | | | |
Bertambah | Debit | Kredit | Kredit | Kredit | Debit |
Berkurang | Kredit | Debit | Debit | Debit | Kredit |
Tugas AKUNTANSI
_by: Sri Haryati_
5. Pengertian Posting dan MenJurnal
Posting dalam dunia Akuntansi adalah suatu proses mengelompokkan nama-nama akun yang sesuai dengan Nama-nama akun yang sesuai dalam ilmu akuntansi.
Dalam akuntansi, Jurnal adalah suatu buku dimana transaksi-transaksi bisnis dicatat secara kronologis pada prosedur pembukuan sebelum dimasukkan ke dalam buku besar. Secara umum, jurnal akuntansi dapat dibagi dua, yaitu:
JURNAL UMUM DAN JURNAL KHUSUS
Jurnal Umum ( General Journal ) untuk mencatat semua transaksi yang terjadi dalam suatu persahaan, biasanya digunkan oleh perusahaan kecil
Jurnal khusus (Special Journal ) Dipergunakan untuk mencatat transaksi-transaksi secara spesifik dan sering terjadi berdasarkan jenis, sesuai kebutuhan perusahaan. Misalkan untuk mencatat penjualan barang secara kredit maka digunkan jurnal penjualan. Jenis jurnal khusus yang sering dipergunakan adalah
1. Jurnal penjualan ( semua penjualan secara kredit)
2. Jurnal penerimaan kas (semua penerimaan kas secara tunai)
3. Jurnal pengeluaran kas ( Semua pengeluaran kas secara tunai)
4. Jurnal pembelian (semua pembelian secara kredit)
5. Jurnal umum, Dipergunakan untuk mencatat transaksi-transaksi yang tidak masuk dalam jurnal khusus.
_by: Sri Haryati_
6. SISTEM PENCATATAN KARTU PERSEDIAN PERIODIK dan PERPETUAL
Sistem Persedian Barang terbagi menjadi dua :
1. Secara Fisik ( Periodik )
2. Secara Perpetual
A. Sistem Fisik ( Periodik ) yaitu :
1. Metode Tanda Pengenal Khusus
2. Metode Rata –rata, terbagi menjadi dua yaitu :
a) Metode Rata –rata Sederhana
b) Metode Rata –rata Tertimbang
3. Metode MPKP / FIFO
4. Metode MTKP / LIFO
5. Metode Persedian Dasar
6. Metode Taksiran, terbagi menjadi dua yaitu :
a) Metode Laba Kotor
b) Metode Harga Eceran
B. SISTEM PERPETUAL yaitu :
1. Moving Average
_by: Sri Haryati_
7. Rumus menghitung Harga Pokok Penjualan ( HPP)
Unsur-unsur itu antara lain:
- persediaan awal barang dagangan;
- pembelian;
- biaya angkut pembelian;
- retur pembelian dan pengurangan harga;
- potongan pembelian
Rumus harga pokok penjualan:
Keterangan
Barang yang tersedia untuk dijual = Persediaan awal barang dagangan + pembelian bersih
Pembelian bersih = Pembelian + biaya angkut pembelian – retur pembelian – potongan pembelian
Atau
Barang yang dijual = Persediaan awal + pembelian + beban angkut Pembelian – retur pembelian – potongan pembelian
Persediaan akhir barang yang tersedia (dikuasai) pada akhir periode akuntansi.
Untuk menghitung Harga Pokok Penjualan.
Perhatikan bagan di bawah ini.
_by: Sri Haryati_
Minggu, 28 Maret 2010
Ustadz Abdullah Zaen, Lc dalam bukunya 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah berkata, “Kerenggangan antara orangtua dan anak itu seringkali terjadi akibat ‘benturan-benturan’ yang terjadi dampak dari orang tua yang masih awam memaksa si anak untuk menjalani beberapa ritual yang berbau syirik, sedangkan si anak berpegang teguh dengan kebenaran yang telah ia yakini. Akhirnya yang terjadi adalah kerenggangan di antara penghuni rumah tersebut. Hal itu semakin diperparah ketika si anak kurang bisa mencairkan suasana dengan mengimbangi kesenjangan tersebut dengan melakukan hal-hal yang bisa membahagiakan orangtuanya. Padahal betapa banyak hati orang tua -bi idznillah- yang luluh untuk menerima kebenaran yang dibawa si anak bukan karena pintarnya anak beragumentasi, namun karena terkesannya sang orang tua dengan akhlak dan budi pekerti anaknya yang semakin mulia setelah dia ngaji!! Penjelasan ini sama sekali tidak mengecilkan urgensi argumentasi yang kuat, namun alangkah indahnya jika seorang muslim apalagi seorang salafi bisa memadukan antara argumentasi yang kuat dengan akhlak yang mulia!.”
Maka, akhlaq yang mulia adalah jalan terdekat menuju luluhnya hati orangtua. Anak adalah mutiara hati orang tua. Saat mutiara itu bersinar, hati orang tua mana yang tidak menjadi terang.
Percaya atau tidak. Kedekatanmu kepada mereka, perhatianmu, kelembutanmu, bahkan hanya sekedar wajah cerah dan senyummu di hadapan mereka adalah bagaikan sinar mentari yang menghangatkan hati mereka.
Sayangnya, banyak dari kita yang justru melalaikan hal ini. Kita terlalu sibuk dengan tuntutan kita karena selama ini orangtua-lah yang banyak menuruti keinginan kita. Seakan-akan hanya orangtua-lah yang wajib berlaku baik pada kita, sedang kita tidak wajib berbuat baik pada mereka. Padahal, kitalah sebagai anak yang seharusnya lebih banyak mempergauli mereka dengan baik.
Kita pun terlalu sibuk dengan dunia kita. Juga sibuk dengan teman-teman kita. Padahal orang tua hanya butuh sedikit perhatian kita. Kenapakah kita begitu pelit mengirimkan satu sms saja untuk menanyakan kabar mereka tiap hari? Sedangkan berpuluh-puluh SMS kita kirimkan untuk sekadar bercanda ria dengan teman kita.
Kemudian, beratkah bagi kita untuk menyenangkan mereka dengan hadiah? Janganlah engkau remehkan meski sekedar membawa pulang oleh-oleh seplastik singkong goreng kesukaan ayah atau sebungkus siomay favorit ibu. Harganya memang tak seberapa, tapi hadiah-hadiah kecil yang menunjukkan bahwa kita tahu apa kesukaan mereka, apa yang mereka tak suka, dan apa yang mereka butuhkan, jauh lebih berharga karena lebih menunjukkan besarnya perhatian kita.
Dakwahku, Bukti Cintaku Kepada Ayah Ibu…
Hakikat kecintaan kita terhadap seseorang adalah menginginkan kebaikan bagi dirinya, sebagaimana kita menginginkan kebaikan bagi diri kita sendiri. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak akan sempurna keimanan salah seorang di antara kalian, sehingga dia mencintai bagi saudaranya sebagaimana dia mencintai bagi dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim). Maka, wujud kecintaan kita kepada orangtua kita adalah mengusahakan kebaikan bagi mereka.
Tahukah engkau kebaikan apa yang dimaksud?
Seorang ayah telah berbuat baik kepada anaknya dengan pendidikan dan nafkah yang diberikan. Sedangkan ibunya telah merawat dan melayani kebutuhan anak-anaknya. Maka sudah semestinya anaknya membalas kebaikan tersebut. Dan sebaik-baik kebaikan adalah mengajak mereka kepada kebahagiaan dan menyelamatkan mereka dari api neraka. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan batu.” (Qs. At Tahrim 6)
Saudaraku, jika engkau benar-benar mencintai orangtuamu, maka jadikanlah dakwahmu sebagai bakti terindahmu kepada mereka. Ingatlah lagi mengenai dakwah Nabi Ibrahim kepada orangtuanya. Bakti pada orang tua sama sekali tidak menghalangi kita untuk berdakwah pada mereka. Justru karena rasa cintalah, yang membuat kita menasihati mereka. Jika bukan kita, maka siapakah lagi yang akan mendakwahi mereka?
Apakah harus dengan mengajak mereka mengikuti kajian? Jika bisa, alhamdulillah. Jika tidak, maka sesungguhnya ada banyak cara yang bisa engkau tempuh agar mereka bisa mengetahui ilmu syar’i dan mengamalkannya.
Jadilah engkau seorang yang telaten dan tidak mudah menyerah dalam berdakwah kepada orang tuamu.
Ingatlah ketika engkau kecil. Ketika engkau hanya bisa tidur dan menangis. Orangtuamulah yang mengajarimu, mengurusmu, memberimu makan, membersihkanmu dan memenuhi kebutuhanmu. Ketika engkau mulai merangkak, kemudian berdiri, dengan sabar orangtuamu memegang tanganmu dan melatihmu. Dan betapa senangnya hati orangtuamu melihat langkah kaki pertamamu. Bertambah kesenangan mereka ketika engkau berjalan meski dengan tertatih-tatih. Saat engkau telah bisa berlari-lari, pandangan orangtuamu pun tak lepas darimu. Menjagamu dari melangkah ke tempat yang berbahaya bagimu.
Ketika engkau mulai merasa letih berdakwah, ingatlah bahwasanya orangtuamu telah membesarkanmu, merawatmu, mendidikmu bertahun-tahun tanpa kenal lelah.
Ya. Bertahun-tahun mereka mendidikmu, bersabar atas kenakalanmu… Maka mengapakah engkau begitu mudahnya menyerah dalam berdakwah kepada mereka? Bukankah kewajiban kita hanyalah menyampaikan, sedangkan Allah-lah Yang Maha Pemberi Hidayah. Maka teruslah berdakwah hingga datang waktunya Allah Membuka hati kedua orangtua kita.
Landasi Semuanya Dengan Ilmu
Seorang anak dengan sedikit ilmu, maka bisa jadi ia akan bersikap lemah dan mudah futur (putus asa) saat menghadapi rintangan dari orangtuanya yang sudah banyak makan garam kehidupan. Bahkan, ia tidak bisa berdakwah pada orang tuanya. Sedangkan seorang anak yang ilmunya belum matang, bisa jadi ia bersikap terlalu keras. Sehingga orangtuanya justru makin antipati dengan dakwah anaknya.
Maka, bekalilah dirimu dengan ilmu berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah berdasarkan pemahaman yang benar, yaitu pemahaman salafush shalih. Karena dengan ilmulah seorang mampu bersikap bijak, yaitu mampu meletakkan segala sesuatu pada tempatnya.
Dengan ilmulah kita mengetahui hukum dari permasalahan yang kita hadapi dan bagaimana solusinya menurut syariat. Dengan ilmulah kita mengetahui, pada perkara apa saja kita harus menaati orang tua. Pada perkara apa sebaiknya kita bersikap lembut. Dan pada perkara apakah kita harus teguh layaknya batu karang yang tetap berdiri tegak meski berkali-kali dihempas ombak. Dan yang tidak kalah pentingnya kita bisa berdakwah sesuai dengan yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya.
Maka tidak benar jika saat terjadi benturan sang anak justru berputus asa dan tidak lagi menuntut ilmu syar’i. Padahal dia justru sangat butuh pada ilmu tersebut agar dapat menyelesaikan permasalahannya. Saat terjadi konflik dengan orang tua sehingga engkau kesulitan mendatangi majelis ilmu, usahakanlah tetap menuntut ilmu meski hanya sekedar membaca buku, mendengar rekaman kajian atau bertanya kepada ustadz. Dan segeralah kembali ke majelis ta’lim begitu ada kesempatan. Jangan lupa! Niatkanlah ilmu yang kau cari itu untuk menghilangkan kebodohan pada dirimu dan orang lain, terutama orangtuamu. Karena merekalah kerabat yang paling berhak atas dakwah kita.
Karena itu, wahai saudaraku…
Istiqomahlah!
Dan bingkailah keteguhanmu dengan ilmu dan amal shalih
Hiasilah dirimu di depan orangtuamu dengan akhlaq yang mulia
Tegar dan sabarlah!
Tegarlah dalam menghadapi rintangan yang datang dari orangtuamu.
Dan sabarlah dalam berdakwah kepada orang tuamu
Tetap istiqomah dan berdakwah. Sambil terus mendoakan ayah dan ibu
Hingga saat datangnya pertolongan Allah…
Yaitu saat hati mereka disinari petunjuk dari Allah
insyaa Allah
Teriring cinta untuk ibu dan bapak…
Semoga Allah Mengumpulkan kita di surga Firdaus-Nya. Amiin.
Maraaji’:
1. Durhaka kepada orang Tua oleh ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, majalah Al Furqon edisi 2 Tahun IV
2. 14 Contoh Praktek Hikmah Dalam Berdakwah, Ustadz Abdullah Zaen, Lc.
3. Kajian Bahjah Qulub Al Abror oleh ustadz Abu Ukkasyah Aris Munandar, tanggal 4 November 2007
Jumat, 26 Maret 2010
Inilah yang ana sedihkan pada kaum wanita saat ini. Zaman sudah semakin rusak. Perzinaan di mana-mana. Pornografi yang sudah semakin marak. Bahkan hal-hal porno semacam ini bukan hanya digandrungi oleh orang dewasa, namun juga anak-anak. Bahkan terakhir ini yang sudah membuat ANA semakin geram, tidak sadar-sadarnya wanita dalam berpakaian. Saat ini sangat berbeda dengan beberapa tahun silam. Sekarang para wanita sudah banyak yang mulai membuka aurat. Bukan hanya kepala yang dibuka atau telapak kaki, yang di mana kedua bagian ini wajib ditutupi. Namun, sekarang ini sudah banyak yang berani membuka paha dengan memakai celana atau rok setinggi betis. Ya Allah, kepada Engkaulah kami mengadu, melihat kondisi zaman yang semakin rusak ini.
sayai tidak tahu beberapa tahun mendatang, mungkin kondisinya akan semakin parah dan lebih parah dari saat ini. Mungkin beberapa tahun lagi, berpakaian ala barat yang transparan dan sangat memamerkan aurat akan menjadi budaya kaum muslimin. Semoga Allah melindungi keluarga kita dan generasi kaum muslimin dari musibah ini.
Tanda Benarnya Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.”
(HR. Muslim no. 2128)
Hadits ini merupakan tanda mukjizat kenabian. Kedua golongan ini sudah ada di zaman kita saat ini. Hadits ini sangat mencela dua golongan semacam ini. Kerusakan seperti ini tidak muncul di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena sucinya zaman beliau, namun kerusakan ini baru terjadi setelah masa beliau hidup (Lihat Syarh Muslim, 9/240 dan Faidul Qodir, 4/275). Wahai Rabbku. Dan zaman ini lebih nyata lagi terjadi dan kerusakannya lebih parah.
Saudariku, pahamilah makna ‘kasiyatun ‘ariyatun’
An Nawawi dalam Syarh Muslim ketika menjelaskan hadits di atas mengatakan bahwa ada beberapa makna kasiyatun ‘ariyatun.
Makna pertama: wanita yang mendapat nikmat Allah, namun enggan bersyukur kepada-Nya.
Makna kedua: wanita yang mengenakan pakaian, namun kosong dari amalan kebaikan dan tidak mau mengutamakan akhiratnya serta enggan melakukan ketaatan kepada Allah.
Makna ketiga: wanita yang menyingkap sebagian anggota tubuhnya, sengaja menampakkan keindahan tubuhnya. Inilah yang dimaksud wanita yang berpakaian tetapi telanjang.<>
Makna keempat: wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita tersebut berpakaian, namun sebenarnya telanjang. (Lihat Syarh Muslim, 9/240)
Pengertian yang disampaikan An Nawawi di atas, ada yang bermakna konkrit dan ada yang bermakna maknawi (abstrak). Begitu pula dijelaskan oleh ulama lainnya sebagai berikut.
Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan,
“Makna kasiyatun ‘ariyatun adalah para wanita yang memakai pakaian yang tipis yang menggambarkan bentuk tubuhnya, pakaian tersebut belum menutupi (anggota tubuh yang wajib ditutupi dengan sempurna). Mereka memang berpakaian, namun pada hakikatnya mereka telanjang.” (Jilbab Al Mar’ah Muslimah, 125-126)
Al Munawi dalam Faidul Qodir mengatakan mengenai makna kasiyatun ‘ariyatun,
“Senyatanya memang wanita tersebut berpakaian, namun sebenarnya dia telanjang. Karena wanita tersebut mengenakan pakaian yang tipis sehingga dapat menampakkan kulitnya. Makna lainnya adalah dia menampakkan perhiasannya, namun tidak mau mengenakan pakaian takwa. Makna lainnya adalah dia mendapatkan nikmat, namun enggan untuk bersyukur pada Allah. Makna lainnya lagi adalah dia berpakaian, namun kosong dari amalan kebaikan. Makna lainnya lagi adalah dia menutup sebagian badannya, namun dia membuka sebagian anggota tubuhnya (yang wajib ditutupi) untuk menampakkan keindahan dirinya.” (Faidul Qodir, 4/275)
Hal yang sama juga dikatakan oleh Ibnul Jauziy. Beliau mengatakan bahwa makna kasiyatun ‘ariyatun ada tiga makna.
* Pertama: wanita yang memakai pakaian tipis, sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita seperti ini memang memakai jilbab, namun sebenarnya dia telanjang.
* Kedua: wanita yang membuka sebagian anggota tubuhnya (yang wajib ditutup). Wanita ini sebenarnya telanjang.
* Ketiga: wanita yang mendapatkan nikmat Allah, namun kosong dari syukur kepada-Nya. (Kasyful Musykil min Haditsi Ash Shohihain, 1/1031)
Kesimpulannya adalah kasiyatun ‘ariyat dapat kita maknakan: wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya dan wanita yang membuka sebagian aurat yang wajib dia tutup.
Tidakkah Engkau Takut dengan Ancaman Ini
Lihatlah ancaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Memakaian pakaian tetapi sebenarnya telanjang, dikatakan oleh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.”
Perhatikanlah saudariku, ancaman ini bukanlah ancaman biasa. Perkara ini bukan perkara sepele. Dosanya bukan hanya dosa kecil. Lihatlah ancaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas. Wanita seperti ini dikatakan tidak akan masuk surga dan bau surga saja tidak akan dicium. Tidakkah kita takut dengan ancaman seperti ini?
An Nawawi rahimahullah menjelaskan maksud sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘wanita tersebut tidak akan masuk surga’. Inti dari penjelasan beliau rahimahullah:
Jika wanita tersebut menghalalkan perbuatan ini yang sebenarnya haram dan dia pun sudah mengetahui keharaman hal ini, namun masih menganggap halal untuk membuka anggota tubuhnya yang wajib ditutup (atau menghalalkan memakai pakaian yang tipis), maka wanita seperti ini kafir, kekal dalam neraka dan dia tidak akan masuk surga selamanya.
Dapat kita maknakan juga bahwa wanita seperti ini tidak akan masuk surga untuk pertama kalinya. Jika memang dia ahlu tauhid, dia nantinya juga akan masuk surga. Wallahu Ta’ala a’lam. (Lihat Syarh Muslim, 9/240)
Jika ancaman ini telah jelas, lalu
kenapa sebagian wanita masih membuka auratnya di khalayak ramai dengan memakai rok hanya setinggi betis?
Kenapa mereka begitu senangnya memamerkan paha di depan orang lain?
Kenapa mereka masih senang memperlihatkan rambut yang wajib ditutupi?
Kenapa mereka masih menampakkan telapak kaki yang juga harus ditutupi?
Kenapa pula masih memperlihatkan leher?!
Sadarlah, wahai saudariku! Bangkitlah dari kemalasanmu! Taatilah Allah dan Rasul-Nya!
Jumat, 19 Maret 2010
ProFiL Qu....
Hai ukhwah,,,, pekenalkan nama Biodata ku :
Nama Lengkap : Sri Haryati
Dipanggil : cici / sri
Alamat : Dijakarta
saya ini masih sekolah Lochhh...